Indonesia Dinilai Perlu Bangun Poros Maritim Berbasis Jalur Rempah

Jakarta – Universitas Katolik Atmajaya Jakarta dan Archipelago Solidarity (Arso) menyelenggarakan sarasehan yang menghadirkan sekitar 50 doktor dari berbagai disiplin keilmuan untuk mendorong pembangunan poros maritim berbasis jalur rempah. Sarasehan yang bertemakan “Strategi Poros Maririm Negara RI Abad 21 Berbasis Jalur Rempah” dilaksanakan di Aula Universitas Atmajaya Jakarta pada Rabu (15/10/2014).

“Pembangunan poros maritim berbasis jalur rempah merupakan respons atas keinginan Presiden Terpilih Joko Widodo yang hendak menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia,” ujar Direktur Archipelago Solidarity Dipl-Oek Engelina Pattiasina saat memberikan pengantar dalam sarasehan tersebut. Engelina didamping oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Tommy Purwaka.

Sejumlah pembicara akan tampil dalam sarasehan ini antara lain, Dr Makarim Wibosono, Dr La Ode Ida, Prof Winarno, Prof Dr John Palinggi, Dr Ignas Kleden, Dr Thamrin Amal Tomagola, dan Prof Dr Marthinus Johanes Saptenno.

Engelina menilai, bangsa Indonesia terlalu lama terlena dan meninggalkan pembangunan wilayah laut, sehingga jauh tertinggal dari negara negara kontinental sekalipun dalam memberikan perhatian kepada kelautan.

“Fakta saat ini, sejumlah daerah yang memiliki wilayah laut seolah identik dengan kemiskinan, ketertinggalan, dan keterisolasian. Padahal, tidak sedikit potensi alam dan kekayaan yang terkandung dalam wilayah yang terpinggirkan itu,” tuturnya.

Menurutnya, pembangunan kelautan hanya memberikan manfaat jika dikelola oleh orang yang memiliki komitmen dan pola pikir maritim. Pengelolahan akan kontraproduktif jika pembangunan wilayah kelautan dikelola dengan pola pikir kontinental.

“Pola pikir kontinental akan melihat laut sebagai batas, sehingga perlu dipersatukan dengan jembatan. Tetapi, orang dengan pola pikir maritim justru melihat laut sebagai pemersatu nusantara,” tandas Engelina.

Engelina mendorong pembangunan poros maritim yang berbasiskan jalur rempah karena merupakan pembuka terbentuknya nusantara. Jalur rempah ini, menurutnya, memiliki sejarah panjang bagi Indonesia dan peradaban dunia lantaran rempah-rempah pernah menjadi pengontrol ekonomi dunia dan semua itu mengandalkan jalur rempah.

“Jalur rempah ini terbukti mampu mengendalikan perekonomian dunia, sehingga sangat wajar dan pantas kalau poros maritim ini memperhatikan jalur rempah,” katanya.

Engelina menyayangkan fakta, hampir semua negara yang dilalui jalur rempah merupakan kota-kota maju dan modern, tetapi kawasan timur yang merupakan asal-muasal rempah belum menjadi kota yang maju dan modern.

“Karenanya, kami mendorong poros maritim yang diagendakan Jokowi-JK harus berbasiskan jalur rempah agar kita bisa menguasai kembali perekonomian dan perdagangan dunia. Secara geografis, sudah pasti Indonesia berada di poros, karena memang terletak di persimpangan jalur dunia, yakni dua samudera dan dua benua,” jelasnya.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Jakarta Tommy Purwaka menyambut konsep pembangunan poros maritim berbasiskan jalur rempah. Menurutnya, Atmajaya Jakarta siap untuk memberikan kajian-kajian ilmiah yang dapat mendukung pembangunan poros maritim yang berbasis jalur rempah.

“Sumber daya kelautan bangsa Indonesia sangat besar potensinya. Namun, selama ini tidak dioptimalkan pengelolahannya. Ke depan, kita perlu melakukan komunikasi maritim yang intens, perbaikan dan pengembangan infrastruktur kelembagaan, dan kepastian hukum di kelautan. Atmajaya dan Archipelago Solidarity siap memberikan masukan ke Jokowi-JK dalam pembangunan poros maritim berbasis jalur rempah,” kata Tommy. Sumber: Suara Pembaruan.

Sumber: Suara Pembaruan
https://www.beritasatu.com/nasional/217573/indonesia-dinilai-perlu-bangu...