About Us

Archipelago Solidarity Foundation

Archipelago Solidarity Foundation didirikan pada tahun 2008 oleh Dipl.Oekonom Engelina Pattiasina dan kawan-kawan. Archipelago Solidarity Foundation merupakan lembaga non profit yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan, terutama yang fokus terhadap wilayah kepulauan di kawasan Timur Indonesia. Pembiayaan kegiatan Archipelago Solidarity Foundation dilakukan secara mandiri tanpa dukungan dari pihak manapun. 

Sejumlah kegiatan yang dilakukan Archipelago Solidarity Foundation, seperti pemberian beasiswa kepada sejumlah mahasiswa dari kawasan Timur Indonesia; memfasilitasi pengiriman ilmuwan ke sejumlah negara untuk mengikuti pertemuan ilmiah; dan mempromosikan jalur rempah (Spice Routes), poros maritim berbasis jalur rempah, dan berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya. 

Engelina lahir dari pasangan pejuang Brigjen TNI Johanes M. Pattiasina dan Mascarena Andaria Pattiasina. Ayahnya bukan hanya dikenal sebagai tentara, tetapi juga merupakan pelaku sejarah pendirian PT. Permina sebelum berubah menjadi Pertamina. Sedangkan, ibunya merupakan pejuang dalam pertempuran fisik di Sumatera Selatan. Kedua orang tuanya dimakamkan di TMP Kalibata Jakarta. Selain ayahnya, pamannya Brigjen dr. Frans Pattiasina, juga seorang pejuang kemerdekaan, yang terlibat dalam masa revolusi. Selain sebagai tentara, juga merupakan seorang dokter dan lama bertugas sebagai dokter kepresiden dan periode waktu yang cukup lama menjabat Ketua Tim Dokter Kepresiden. 

Resiko sebagai anak tentara membuat Engelina yang lahir di Palembang, 2 Oktober 1950 harus berpindah-pindah mengikuti lokasi tugas kedua orang tuanya. Namun, yang paling berkesan, ketika mengikuti ayahnya melakukan pengeboran minyak di Pangkalan Brandan, Sumatera Utara. Hal itu menjadi sejarah kalau Indonesia mampu mengeluarkan minyak dari bumi Indonesia. 

Engelina menyelesaikan Sekolah Rakyat (SR) di FX. Saverius Palembang, kemudian pindah ke Sekolah Rakyat St. Thomas Medan. Pendidikan SMP diselesaikan di SMP Immanuel Medan. Dari Medan, Engelina meneruskan studi di SMA St. Theresia Jakarta. Lepas dari SMA, Engelina melanjutkan studi S1 di  Goethe Institut, Jerman Barat. Sedangkan, pendidikan S2 (pasca sarjana ekonomi politik) di Universitas Bremen, Jerman Barat dan menyandang gelar akademik Diplom Oekonom. Hanya saja, Engelina tidak sempat menyelesaikan studi doktor (S3) meski sebagian besar tesisnya sudah hampir rampung.  

Rekam jejak Engelina cukup panjang, karena dimulai sebagai asisten Staf Pengajar di Universitas Bremen Sebagai Persiapan Program S3. Kemudian, hampir 10 tahun menjadi peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jakarta. Selama di CSIS, Engelina aktif sebagai peneliti ekonomi yang merupakan bagian dari pencarian data untuk kelengkapan program S3 di Bremen University.

Selain itu, Engelina aktif mengikuti berbagai kegiatan internasional di berbagai negara, termasuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan seminar internasional yang diselenggaran CSIS Jakarta, Bali, Yogyakarta, Kuala Lumpur, Bangkok dan lain-lain. Dia juga pernah memberikan masukan strategis dalam beberapa perumusan statistik di BKPM dan BPS Pusat.

Aktivitas penelitian bukan hanya di dalam negeri, karena Engelina pernah menjadi Peneliti Ekonomi di Centre for Research and Communication di Manila, Filipina. Juga pernah membuat penelitian tentang Integrasi Ekonomi ASEAN dengan World Bank dan Asian Development Bank/ADB. Pada periode 1984-1986, Engelina pernah menjadi staf pengajar tamu di FISIP Universitas Indonesia untuk mata Kuliah Sistem Ekonomi.

Selain di dunia penelitian, Engelina juga memiliki cita seni, terutama pada desain arsitektur dan interior. Berangkat dari kecintaan itu, Engelina mendirikan Majalah Laras pada tahun 1986 dan masih eksis sampai saat ini. Majalah ini mendedikasikan diri untuk bdiang arsitektur, interior, wisata, heritage dan seni. Majalah dengan slogan “The Beauty of Design” ini menjadi salah satu referensi dan pelopor pemberitaan mengenai arsitektur, interior dan taman.

Engelina juga memiliki rekam jejak yang cukup panjang di bidang politik. Bakat kegemaran berorganisasi sudah mulai tampak sejak remaja, ketika bergabung dengan dalam organisasi Gerakan Siswa Nasional (GSNI) di Medan, Sumatera Utara.

Dunia politik benar-benar menjadi bagian hidup Engelina, ketika memutuskan untuk masuk dan menjadi anggota Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada tahun 1991. Keputusan yang tidak lazim bagi seorang anak jenderal untuk masuk PDI ketika itu. Pilihan berjuang lewat politik menganbat Engelina sebagai anggota MPR RI (periode 1992-1997) dari Sumatera Utara.

Pada pemilu 1997, PDI Perjuangan tidak mengambil bagian dalam pemilu, sehingga Engelina tetap bersama PDI Perjuangan menolak Pemilu 1997. Ketika rezim Orba tumbang pada 1998, melalui Pemilu 1999, Engelina kembali masuk ke parlemen untuk periode 1999-2004 mewakili Sulawesi Utara. Selama di DPR, Engelina menduduki berbagai posisi penting baik sebagai anggota maupun pimpinan Panitia Anggaran. Engelina juga duduk sebagai Anggota Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI dan Badan Musyawarah DPR RI, dan sekitar dua tahun menjadi wakil ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI.

Pada periode 2003-2008, Engelina juga aktif di DPP Forum Komunikasi Putra Putri TNI Polri (FKPPI) sebagai Wakil Sekjen. Ketika tidak lagi aktif di FKPPI, Engelina bersama sejumlah kawan-kawannya mendirikan Archipelago Solidarity Foundation.

Melalui foundation ini, Engelina menyuarakan berbagai kepentingan yang menyangkut kawasan timur Indonesia, mulai dari Maluku, Nusa Tenggara sampai Papua. Engelina selalu peduli terhadap kawasan timur. Salah satu yang menjadi point penting perjuangan Engelina, ketika dia bersama kalangan perguruan tinggi di Maluku melakukan protes keras terhadap pembangunan kilang terapung Blok Masela. Sebab, model pembangunan seperti itu hanya menjadi Maluku sebagai penonton ketika kekayaannya dikeruk. Mereka menuntut pemerintah membatalkan pembangunan kilang terapung.

“Kalau kilang terapung, maka Maluku benar-benar hanya menjadi penonton, karena Blok Masela berada di atas 12 mil, yang menurut UU menjadi kewenangan pusat. Bahkan, Participating Interest (PI) 10 persen sekalipun, maluku tidak kebagian. Kita ingin, 10 persen itu diberikan kepada Maluku, karena Maluku memiliki modal kekayaan alam,” tegas Engelina.(*)